Thursday, March 20, 2014
Keutamaan Sholat Dhuha
Oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -hafizhahullah-
[Pengasuh Ponpes Al-Ihsan Gowa, Sulsel]
Itulah Sholat Dhuha, sholat yang dikerjakan di awal siang, di saat matahari sudah terbit seukuran satu tombak. Anak onta kala itu mulai kepanasan oleh teriknya matahari.
Sholat Dhuha memang tidak semasyhur dengan sholat-sholat sunnah lainnya, karena banyak orang yang jarang mendengarkan penjelasan tentang kedudukan, hukum, dan dalil seputar Sholat Sunnah Dhuha.
Saking kurangnya penjelasan tentang sholat yang satu ini, sampai sebagian kaum muslimin ragu mengerjakannya, bahkan ia meninggalkannya selama hayat masih dikandung badan. Jadi, selama hidupnya, ia tak mengenal yang disebut dengan “Sholat Dhuha”. Yang ia kenal hanya “Sholat Lail” yang lebih dikenal dengan “Sholat Tahajjud”.
Pasalnya kenapa? Akibat kurangnya pengajaran dan keterangan dari para dai dan muballigh tentang hukum dan dalil yang mendasari Sholat Dhuha. Nah, sebagai sumbangsih dalam melestarikan Sholat Dhuha, maka kami menurunkan tulisan ini, setelah memohon kepada pertolongan dan taufiq-Nya.
Para pembaca yang budiman, Sholat Dhuha merupakan sholat yang amat diperhatikan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Tak heran bila beliau di suatu hari mengajari dan mewasiatkan sebagian sahabatnya agar memperhatikan sholat ini dalam kehidupan mereka.Wasiat dalam tiga perkara ini, bukan hanya didapatkan oleh Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Bahkan disana ada sahabat lain yang juga menerima wasiat mulia ini dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Dari Abu Ad-Darda’ -radhiyallahu anhu-
أَوْصَانِى حَبِيبِى -صلى الله عليه وسلم- بِثَلاَثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلاَةِ الضُّحَى وَبِأَنْ لاَ أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ
“Kekasihku -Shallallahu alaihi wa sallam- telah mewasiatiku dengan tiga perkara yang tak akan kutinggalkan selama aku masih hidup : Puas tiga hari dalam setiap bulan, Sholat Dhuha dan agar aku tak tidur sampai aku berwitir”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 722), dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 1433)]
Sholat Dhuha merupakan ibadah yang sudah masyhur di zaman kenabian. Para sahabat telah banyak mendengarkan perihal Sholat Dhuha dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Hal ini tergambar dari peristiwa yang dikisahkan oleh sebagian sahabat.
Dari Al-Qosim Asy-Syaibaniy, ia berkata
أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنَ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلاَةَ فِى غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ. إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ ».
“Zaid bin Arqom pernah melihat suatu kaum sedang melaksanakan sholat di waktu Dhuha seraya beliau berkata, “Tidakkah mereka telah mengetahui bahwa sholat (yakni, Sholat Dhuha) pada selain waktu ini adalah lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda, “Sholatnya orang-orang awwabin (orang yang kembali kepada Allah) ketika memanasnya anak unta”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 748)]
Dinamai dengan “Sholat Awwabin”, karena tak ada yang mampu menjaga dan melaziminya, kecuali orang-orang awwabin.Al-Imam Al-Munawiy -rahimahullah- berkata,
فيه رد على من كرهها وقال ان ادامتها تورث العمى
“Di dalamnya terdapat sanggahan atas orang yang membenci Sholat Dhuha seraya berkata, “Sesungguhnya melazimi Sholat Dhuha akan mewariskan kebutaan”. [Lihat At-Taisir (2/973)]
Kata “awwabin”, maksudnya orang-orang yang kembali kepada Allah dari dosa-dosanya.
Seorang hamba yang berbuat dosa akan jauh dari Allah sesuai dengan tingkat dosa yang ia kerjakan. Jika ia sadar dan meninggalkan maksiat dan dosa-dosanya, lalu menggantinya amal-amal sholih, maka ia dianggap telah kembali kepada Allah dan mendekat kepada-Nya dengan amal ketaatan yang ia kerjakan. Nah, di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa yang menjaga sholat ini adalah orang-orang yang taat dan selalu dekat dengan Allah -Azza wa Jalla-. Wallahu A’lam bish showab. [Lihat Hasyiyah As-Sindiy ala Al-Musnad]
Diantara orang-orang awwabin adalah Nabiyyullah Dawud –alahis salam-. Sholat inilah yang dahulu dilazimi oleh beliau. Ketika Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- datang kepada para sahabat, maka beliau tetap melestarikan Sholat Dhuha ini, karena mencontoh Dawud –alaihis salam-.Al-Imam Al-Munawiy -rahimahullah- berkata,
فيه رد على من كرهها وقال ان ادامتها تورث العمى
“Di dalamnya terdapat sanggahan atas orang yang membenci Sholat Dhuha seraya berkata, “Sesungguhnya melazimi Sholat Dhuha akan mewariskan kebutaan”. [Lihat At-Taisir (2/973)]
Kata “awwabin”, maksudnya orang-orang yang kembali kepada Allah dari dosa-dosanya.
Seorang hamba yang berbuat dosa akan jauh dari Allah sesuai dengan tingkat dosa yang ia kerjakan. Jika ia sadar dan meninggalkan maksiat dan dosa-dosanya, lalu menggantinya amal-amal sholih, maka ia dianggap telah kembali kepada Allah dan mendekat kepada-Nya dengan amal ketaatan yang ia kerjakan. Nah, di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa yang menjaga sholat ini adalah orang-orang yang taat dan selalu dekat dengan Allah -Azza wa Jalla-. Wallahu A’lam bish showab. [Lihat Hasyiyah As-Sindiy ala Al-Musnad]
Diantara orang-orang awwabin adalah Nabiyyullah Dawud –alahis salam-. Sholat inilah yang dahulu dilazimi oleh beliau. Ketika Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- datang kepada para sahabat, maka beliau tetap melestarikan Sholat Dhuha ini, karena mencontoh Dawud –alaihis salam-.Al-Imam Ibnul Arabiy Al-Malikiy -rahimahullah- berkata,
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ الْإِشَارَةُ إلَى الِاقْتِدَاءِ بِدَاوُد فِي قَوْلِهِ { إنَّهُ أَوَّابٌ إنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ } فَنَبَّهَ عَلَى أَنَّ صَلَاتَهُ كَانَتْ إذَا أَشْرَقَتْ الشَّمْسُ فَأَثَّرَ حَرُّهَا فِي الْأَرْضِ حَتَّى تَجِدَهَا الْفِصَالُ حَارَّةً لَا تَبْرُكُ عَلَيْهَا بِخِلَافِ مَا تَصْنَعُ الْغَفْلَةُ الْيَوْمَ فَإِنَّهُمْ يُصَلُّونَهَا عِنْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ بَلْ يَزِيدُ الْجَاهِلُونَ فَيُصَلُّونَهَا وَهِيَ لَمْ تَطْلُعْ قَيْدَ رُمْحٍ وَلَا رُمْحَيْنِ يَعْتَمِدُونَ بِجَهْلِهِمْ وَقْتَ النَّهْيِ بِالْإِجْمَاعِ
“Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang keteladan kepada Dawud dalam Firman Allah, “… Sesungguhnya dia amat suka kembali (kepada Tuhan). Sesungguhnya kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi…”. Jadi, Allah mengingatkan bahwa sholatnya Dawud ketika matahari bersinar. Panas matahari telah memberikan pengaruh pada tanah, sehingga anak unta merasakan panasnya tanah. Anak unta tak akan menderum padanya. Hal ini berbeda dengan sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang lalai pada hari ini. Sesungguhnya mereka melaksanakan Sholat Dhuha saat terbitnya matahari. Bahkan orang-orang jahil lebih parah lagi. Mereka melakukan Sholat Dhuha, sementara matahari belum terbit seukuran satu-dua tombak. Mereka menyengaja (memilih) waktu terlarang menurut ijma’, karena kejahilan mereka”. [Lihat Thorh At-Tatsrib (3/352)]
Sholat Dhuha ini amat dianjurkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, sebab ternyata nikmat jasad yang berikan kepada kita diberi beban untuk bersedekah pada setiap harinya untuk setiap persendian dan tulang-belulang yang menopang jasad kita.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment